TUGAS SOFTSKILL
Pelanggaran Etika Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis
Di susun oleh :
NAMA KELOMPOK 8 :
1. Fajrinal
(2A213240)
2. Lukmana (2A213279)
3. Satria Bayu Suseno (2A213281)
4. Vikram (27211281)
5. Reska Randika (25211987)
6. Rian Ramadhan (28211588)
Kelas :
4EB23
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
Pengertian
Etika Bisnis
Pengertian etika dan moral
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yang memiliki arti : tempat
tinggal yang biasa, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat
Secara filosofi etika
bisnis merupakan cabang dari etika umum, banyak orang mengartikan etika bisnis
sebagai moral bisnis. Etika bisnis pada dasarnya juga merupakan bagian dari
etika sosial dan pedoman-pedoman moral pada umumnya. Hanya saja sifatnya
spesifik dan khusus menyangkut kegiatan produksi, distribusi dan kosumsi saja
Moralitas berasal dari
kata latin “mos”, dalam bentuk jamak (mores) berarti ‘adat istiadat’ atau
‘kebiasaan’. Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal
Pelanggaran etika bisnis
adalah penyimpangan standar – standar nilai (moral) yang menjadi pedoman atau
acuan sebuah perusahaan (manajer dan segenap karyawannya) dalam pengambilan
keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
Etika Bisnis memiliki
tiga aspek yaitu etika deskriptif mempelajari dan menguraikan moral suatu
masyarakat, kebudayaan dan bangsa, etika normatif secara sistematis berusaha
menyajikan norma-norma moral yang berlaku bagi praktek bisnis, serta memberikan
suatu sistem moral, dan meta-etika adalah studi tentang etika normatif yang
mengkaji makna serta istilah-istilah moral dan logika dari penalaran moral.
Etika bisnis bisa berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku bagi
praktek bisnis. Tindakan yang bertentangan dengan etka bisnis dapat
dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.Pengertian perbuatan yang
melawan hukum dikemukakan dalam pasal 1365 KUH Perdata
2. Peranan, Manfaat, dan Tujuan Etika
Peranan etika bisnis
dalam mengatur kehidupan berwirausaha saat ini sangat diperlukan mengingat
banyaknya praktek – praktek kecurangan yang sering dilakukan oleh wirausaha
dalam mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin, sehingga diperlukan adanya
aturan – aturan yang dapat menjadi pembatas yang dapat mengurangi berbagai
macam persaingan yang tidak sehat yang kerap dilakukan oleh wirausaha yang
tidak bertanggung jawab. Misalnya kemajuan teknologi, ini pun dapat menimbulkan
masalah bagi etika.Sama halnya dengan cyber crime (kejahatan dunia maya), bayi
tabung dan sebagainya. Dampak lainnya adalah penciptaan berbagai jenis senjata
pemusnah manusia diantaranya seperti tenaga nuklir, senjata kimia, biologi. Maka
dari itu etika sangat diperlukan sekalipun sudah ada norma hukum. Karena,
Pertama, norma hukum tidak mencakup semua aktivitas manusia, khususnya yang
merupakan wilayah abu – abu. Kedua, norma hukum cepat ketinggalan zaman karena
perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga senantiasa tedapat lubang –
lubang hukum yang bisa di manfaatkan oleh banyak pihak yang curang. Ketiga,
mekanisme pasar tidak memberikan signal secara efektif kepada pemilik dan
manajer untuk meresponi situasi.Keempat, masalah etika mensyaratkan pemahaman
dan keperdulian terhadap kejujuran, keadilan, dan prosedur yang wajar terhadap
manusia, kelompok manusa.Kelima, asas legalitas harus dibedakan dari asas
moralitas
Etika Bisnis dapat
menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya
sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Perusahaan meyakini
prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan
kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku
Etika diharapkan mampu
memberikan manfaat yang berarti bagi orang lain sehingga diharapkan etika dapat
mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional dalam mengambil
keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, serta dapat dipertanggung-jawabkan
(otonom) dan etika diharapkan mampu mengarahkan masyarakat untuk berkembang
menjadi masyarakat yang tertib, teratur, damai, dan sejahtera dengan menaati
norma – norma yang berlaku demi mencapai ketertiban dan kesejahteraan sosial
Adapun tujuan dari etika
bisnis ini adalah agar para pelaku bisnis sadar dengan jelas mengenai dimensi
etis suatu usaha, mampu belajar mengenai bagaimana mengadakan pertimbangan yang
baik, etis maupun ekonomis, dan mampu melakukan pertimbangan etis dalam setiap
kebijaksanaan yang diterapkan di perusahaan.
Ada beberapa pokok-pokok etika bisnis
(F.Magnis Suseno, 1991:158-167) yaitu
a.
Beberapa sikap langsung
terhadap pekerjaannya
Dapat disebut juga nilai-nilai seperti pelayanan pelanggan, loyalitas
terhadap perusahaan, efisiensi organisatoris. Keberhasilan dan produktivitas
tinggi
b.
Tanggung Jawab Lebih
Luas
Pemimpin perusahaan secara spontan memperhatikan serta merasa bertanggung
jawab atas atau terhadap semua pihak, dan juga perlu memiliki perasaan tanggung
jawab menyeluruh yang jauh melampaui segi untung rugi material langsung
perusahaannya
c.
Beberapa bisnis supaya
dapat menjadi efektif harus dirumuskan secara kongkrit.
Orang-orang bisnis
sendiri harus merumuskan tantangan-tantangan etika yang dihadapi dan
menyepakati sikap-sikap mana yang hendak diambil
d.
Sikap-sikap Pribadi.
Kejujuran dan tanggung
jawab serta perinciannya dalam cara sebuah perusahaan melakukan bisnisnya
mengandaikan bahwa mereka yang menentukannya, memiliki sikap moral atau
karakter yang sesuai. Sikap-sikap itu adalah masalah mutu orang yang
bersangkutan sebagai manusia
3. Prinsip Etika Bisnis
Secara umum prinsip-prinsip etika bisnis
meliputi
a.
Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang
yang otonom adalah orang yang tidak hanya sadar akan kewajibannya dan bebas
mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan kewajibannya, melainkan orang yang
bersedia mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya serta dampak dari
keputusan dan tindakan itu
b.
Prinsip Kejujuran
Kejujuran perjanjian menemukan wujudnya dalam berbagai aspek:
Dalam pemenuhan syarat-syarat dan perjanjian kontrak
Dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik
Dalam hubungan kerja dalam perusahaan
c.
Prinsip tidak berbuat
jahat dan Prinsip berbuat baik
Kedua prinsip ini sesungguhnya berintikan prinsip moral sikap baik kepada
orang lain
d.
Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan
haknya
e.
Prinsip Hormat Kepada
Diri Sendiri
Agama islam secara pasti dan jelas menetapkan etika bisnis yang sudah
diangkat menjadi norma
Contoh kasus
pelanggaran etika bisnis ?
Sejarah Grup Lippo bermula
ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli
sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik
Haji Hasyim Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga
Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada
waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang
didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong.Ia
bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan
share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong.
Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru
keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut
sudah di atas Rp5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning
membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan
Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal
ini membuat kagum kalangan perbankan nasionl.Ia
pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian,
pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan
semenjak saat itu lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
A. Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini
berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal
30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi
atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat
kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang
disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam laporan tersebut dimuat
adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP
Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Penyajian laporan tersebut
dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30
september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September
2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia
(CAR) sebesar 24,77%.
Pada Laporan Keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa
Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan
yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk
bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang
tidak disertai dengan laporan auditor independen yang berisi opini Akuntan
Publik.
Penyajian laporan juga
dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30
September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002
sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar
4,23%.
Dapat dilihat, bahwa pada tanggal
yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam jumlah AYDA, total
aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada tanggal 6
Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT.
Bank Lippo.
Dalam laporan tersebut
dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik
Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20
November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan
catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.
Penyajian dalam bentuk
komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang
Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal sebesar
Rp. 4,23%.
B. Saham
Pada periode yang sama
sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya,
pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam
volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi
manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan,
manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas
bank itu.
Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan
adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue).
Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak
mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan
sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama menginginkan pemerintah
merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
C. Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai
Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady, anak Mochtar Riady si bos
Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust Banking Company di
tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota
kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976.
Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven
mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang
disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar
Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy
Carter, Bill Clinton dan sebagainya.
Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven
menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James
Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank.
Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton merapat
Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada
James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun
memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun
langsung memerintahkan James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill
Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo
Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill Clinton
Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada
Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim
pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted
Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan
James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5 juta.
Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan
Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun
mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa Bill Clinton. Karena para
pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka mereka
melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh
kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton.
Hasil kerja #LippoGate inilah yang menjadi salah
satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para
pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar negeri.Indonesia
hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi hasil, uang dan
keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong.Dampak migrasi dana-dana
para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut
dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia.
Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye
Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500
ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah
oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti
melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill
Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$ 8.6 juta atau
Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut
mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.Pertama,
tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank
Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan
per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga
mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham
PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh
missleading information tersebut.
Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang
diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak
pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara
keseluruhan.
Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun,
membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar
atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa
dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa
pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa
Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa
Pengecualian.
Akan tetapi, Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan
bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan
pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit
meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor
Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan
oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material
tidak benar atau menyesatkan.
Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material
tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan
PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 membawa implikasi pada perhitungan
akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun sesungguhnya bukan keadaan yang
sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik tanggal 28 November
2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun,
laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.
Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor
melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan demikian
keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan
misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran.
Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan
dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak tepat.
Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September
yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP
Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002
sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar
4,23%.
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT.
Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan dan pemaparan kepada publik
berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002
yang disampaikannya.
Pertama, dalam pengumuman penjelasan di Harian
Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa Laporan
Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat
dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR
24,77% dan NPL 9,03%.
Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta
Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali
menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 30
September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002
dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar
serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan
keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni Ernst & Young and Partner
(Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya kepada Bapepam
menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang
disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan
keuangan hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan
Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi yang dipublikasikan.
Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28
November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba
bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim
audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja)
sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002 menyebutkan aktiva
Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian terdapat
ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan
pihak auditornya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan
per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak
manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak
berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).
Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal
telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam
memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002
yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik
(misleading information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa
peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan
kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai
keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun
memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan
pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan
terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi
administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham
berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran
ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan
Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan
PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya
Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas
Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
Jadi dari penjelasan diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan pelanggaran
hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi
karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan
ini rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal.
Dan dalam hal pengenaan
sanksi, sanksi nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat
administratif) tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang
Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas kepastian hukum dan menyebabkan
ketidakpastian hukum.
Refrensi
https://heleninfo.wordpress.com/2013/11/07/kasus-pelanggaran-etika-bisnis-pada-bank-lippo/
terima kasih infonya
BalasHapus